JAKARTA - Tiga tahun telah berlalu pasca dikeluarkannya rekomendasi Pansus Penghilangan Orang secara Paksa DPR. Namun, hingga kemarin (24/10), berbagai pihak, termasuk kalangan parlemen, menganggap belum ada kejelasan atas tiga rekomendasi yang sudah dihasilkan.
"Tiga tahun waktu yang sangat lama. Kita semua menanti langkah selanjutnya dari presiden, apakah akan menjalankan atau tidak," tegas mantan Ketua Pansus Effendi Simbolon di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (24/10). Saat itu politikus PDIP tersebut juga didampingi sejumlah keluarga korban orang hilang dan beberapa aktivis LSM.
Dia menambahkan, presiden setidaknya perlu memberikan kepastian akan menindaklanjuti atau tidak rekomendasi dari pansus. "Kalau tidak menjalankan, jelaskan apa alasannya. Itu yang kami inginkan, jangan diambangkan seperti ini," imbuhnya.
Hingga saat ini, belum ada kejelasan nasib 13 orang yang hilang dalam periode 1997-1998. Mereka adalah Yani Afri, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar, Noval Al Katiri, Ismail, Suyat, Ucok Munandar Siahaan, Petrus Bima Anugerah, Wiji Thukul, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.
Selain pencarian mereka, pansus menelurkan tiga rekomendasi lainnya. Yakni, pembentukan pengadilan HAM ad hoc, rehabilitasi, dan pemberian kompensasi kepada keluarga korban yang hilang serta ratifikasi konvensi anti penghilangan paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan orang. Rekomendasi pansus itu dikeluarkan pada 30 September 2009.
Koordinator Kontras Haris Azhar juga mendesak DPR agar tidak hanya menunggu kejelasan sikap dari presiden. Setidaknya melalui komisi III, menurut dia, parlemen bisa lebih dahulu memanggil pejabat-pejabat di bawah presiden untuk mendapat kejelasan. Di antaranya, Menkopolhukam Djoko Suyanto, Jaksa Agung Basrief Arief, dan Menkum HAM Amir Syamsuddin.
Dari situ, lanjut Haris, DPR bisa menggali kesungguhan pemerintah dalam menjalankan rekomendasi. "Kalau memang tidak mau, mereka bisa nyatakan di sana. Kalau tidak sanggup laksanakan, juga katakan sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat. Pak SBY jujurlah dan kesatrialah mengakui kalau memang tidak sanggup lagi," tandas Haris. (dyn/c10/agm)
Sumber: Jawa Pos
No comments:
Post a Comment