SURABAYA - Tenaga kesehatan di rumah sakit (RS) dan klinik bersalin jangan coba-coba memberikan susu formula (sufor) kepada bayi yang baru saja lahir. Sebab, makanan utama bayi adalah ASI hingga dia berusia enam bulan.
"Bayi tidak boleh diberi sufor, air gula, ataupun makanan dan minuman lainnya. Tenaga kesehatan yang sengaja memberikan sufor, apalagi tanpa persetujuan orang tua si bayi, akan disanksi," tegas Kabid Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Dinkes Jatim Sophiati Sutjahjani. Dia juga meminta para orang tua menolak jika bayinya diberi sufor.
Ketentuan tersebut sudah tertera di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33/2012 tentang ASI Eksklusif. Pada pasal 14 tertulis bahwa tenaga kesehatan yang tidak memberikan hak kepada ibu dan bayinya untuk inisiasi menyusui dini (IMD) dan program ASI eksklusif akan menerima sanksi. Bentuknya berupa teguran lisan, tertulis, hingga pencabutan izin. Sanksi yang sama diberlakukan untuk pengelola fasilitas kesehatan.
"Bila benar-benar dilakukan, program ASI eksklusif bakal meningkatkan angka ibu menyusui secara eksklusif di Jatim yang baru berkisar 61 persen. Padahal, angkanya seharusnya minimal 80 persen," papar perempuan yang akrab disapa Sophie tersebut.
Sophie mengatakan, ada beberapa pengeculian untuk bayi yang tak bisa diberikan ASI secara langsung. Misalnya, sang ibu tidak ada atau terpisah dari bayinya. Atau, ada indikasi medis, baik dari pihak ibu maupun bayi sehingga ASI tidak bisa diberikan. "Indikasi medis ditentukan oleh dokter," tegasnya.
Dia mencontohkan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1.500 gram dan bayi prematur yang membutuhkan makanan lain selain ASI. Pengecualian juga berlaku jika sang ibu mengalami indikasi medis sehingga tak bisa memberikan ASI eksklusif karena harus mendapatkan pengobatan sesuai standar. Misalnya, ibu mengalami sepsis (infeksi menyeluruh), terdiagnosis menderita virus herpes simpleks di payudara, ataupun harus mengonsumsi obat psikoterapi seperti penenang dan antiepilepsi.
Dinkes sudah melayangkan pemberitahuan kepada RS dan klinik bersalin untuk mematuhi ketentuan yang tertulis dalam PP Nomor 33/2012. Dalam waktu dekat, kata Sophie, pihaknya akan mendata dan mengumpulkan semua konselor laktasi di Jatim.
Peran konselor laktasi sangat penting untuk menyukseskan program pemberian ASI eksklusif selama enam bulan ini. "Nanti semua RS, klinik bersalin, puskesmas, dan sarana-sarana menyusui lainnya harus menyediakan konselor laktasi. Mereka akan memantau proses pelaksanaan ASI eksklusif di wilayah kerja masing-masing," tuturnya. (ai/c8/fat)
---
Pengecualian ASI Eksklusif
Faktor Ibu
Menderita HIV/AIDS. Namun, bila dinyatakan ASI-nya aman, tetap boleh menyusui. Hal sama juga berlaku bagi yang mengalami penyakit infeksi lainnya.
Sementara waktu menghentikan pemberian ASI karena mengalami sepsis, virus herpes simpleks di payudara.
Mengonsumsi obat psikoterapi jenis penenang, antiepilepsi. Demikian juga, yang terpapar radioaktif Iodine-131.
Menjalani kemoterapi.
Faktor Bayi
Karena faktor tertentu, hanya dapat menerima susu dengan formula khusus.
Berat badan lahir kurang dari 1.500 gram, terlahir prematur, dan memiliki risiko hipoglikemik.
Sumber: PP 33/2012
No comments:
Post a Comment