Halaman

Sunday, September 9, 2012

Elkana dan Hana: Memenuhi Nazar (1 Samuel 1 & 2)

Bagaimana kehidupan saudara sekarang ini? Apakah ada yang hilang dan hanya Allah yang bisa memenuhinya? Apakah teman dan kerabat mempersulit hidup saudara? Apakah pasangan saudara berusaha membantu namun ia tidak memahami apa sesungguhnya kebutuhan saudara? Jika saudara menjawab “ya” pada satu saja dari daftar pertanyaan ini, maka pelajaran ini untuk saudara. Jika saudara sedang berupaya membantu mengatasi kesedihan seseorang, pelajaran ini mungkin bermanfaat. Mari segera mulaikan pelajaran Alkitab kita!

Keluarga Elkana

Baca 1 Samuel 1:1-2. Berdasarkan apa yang saudara ketahui mengenai budaya Ibrani, sebutkan perasaan2 seperti apa yang akan ditemukan dalam keluarga seperti ini? (Istri yang tak mempunyai anak akan merasa rendah diri terhadap istri yang memiliki anak. Sang suami akan lebih menyukai istri yang memberinya anak-anak, khususnya anak laki-laki.)

Coba loncat ke bawah dan baca 1 Samuel 1:6-7. Apakah saudara membayangkan kejadiannya akan seburuk ini?

Gambaran utuhnya belum kita ketahui. Apa yang diceritakan di sini tentang Penina, istri yang memiliki anak? (Untuk satu dan lain hal, ia merasa rendah diri karenanya ia ingin mempersulit hidup Hana.)

Apakah menurut saudara emosi Hana sedang porak-poranda?

Baca 1 Samuel 1:3-5. Mengapa tindakan Elkana berbeda dari anggapan kita? (Ini menyiratkan bahwa Elkana seorang yang religius. Menurut saya tindakannya mencerminkan hal ini. Alkitab mengatakan ia bersimpati terhadapa istriya yang tidak memiliki anak. Ia juga mencintai Hana. Karena Hana tidak memiliki anak, maka Elkana “mengimbangi”-nya.)

Sekarang kita sudah melihat gambaran besarnya. Sebutkan mengapa Penina menunjukkan sikap sangat bermusuhan terhadap Hana? (Dalam benaknya ia pantas memperoleh cinta dan penghormatan yang lebih besar karena ia yang memiliki anak. Namun, ia tidak memperoleh apa yang menjadi haknya. Ia akan menghukum Hana atas situasi “yang tidak adil” ini.)

Baca 1 Samuel 1:8. Bagi para istri, apa pendapat kalian mengenai Elkana sebagai seorang suami? Ia bertanya ada apa. Apakah ia tahu apa yang sedang terjadi? Apakah ia berhasil membujuk istrinya, atau ia semata “salah tingkah?” (Lelaki biasanya bersikap logis – dan menurut Elkana, cintanya kepada istrinya (yang dua kali lipat) seharusnya bisa menyelesaikan masalah.)

Mengapa cinta dan kebaikan hati Elkana tidak bisa menyelesaikan masalah? (Persoalannya tidak terletak pada diri Elkana. Hana menganggap dirinya sendiri yang jadi masalah. Elkana bisa saja senilai dengan “sepuluh anak laki-laki,” tapi Hana tidak. Hana tahu itu. (Ia bahkan tidak memiliki satu anak pun.) Yang lebih buruk lagi, ia yakin bahwa Allah berpendapat sama dengan Penina – dirinya tidak berharga.)

Apakah Elkana merasa tak berdaya? (Ya. Ia tidak dapat “membenahi” persoalan. Ia mengira cinta dan logikanya sudah cukup untuk mengobati duka lara Hana. Ternyata tidak demikian. Siapa yang senang melihat istrinya menangis dan bersedih sepanjang waktu? Elkana merasa punya andil dalam kesedihan istrinya.)

Coba mundur sejenak: apa akar permasalahan dalam keluarga ini? (Akar masalah adalah adanya dua istri. Tentunya saudara tidak ingin membawa roh persaingan ke dalam perkawinan saudara. Pasangan saudara seharusnya menjadi nomor satu – dan dia perlu mengetahui hal itu.)

Janji

Baca 1 Samuel 1:9-11. Apa pendapat saudara tentang janji Hana? Apakah saudara pernah berjanji pada Tuhan bahwa jika saudara menang undian saudara akan melunasi hutang gereja?

Apa arti “pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya?” (Ingat dua minggu lalu kita membahas tentang Simson dan sumpah kenaziran? Hana berjanji bahwa jika memiliki anak, anak tersebut akan menjadi Nazir – orang yang diasingkan untuk melayani Allah. Lihat Bilangan 6:1-8.)

Pikirkan hal ini sejenak: Hana berjanji untuk memberikan kepada Allah apa yang ia tidak miliki dan membaktikan hidup orang lain! Apa yang Hana serahkan di sini? Berapa banyak janji kita terhadap Allah seperti ini – berikanlah sesuatu kepada saya dan saya akan memberimu sesuatu yang tidak saya miliki sekarang ini? Bagaimana dengan memberikan Allah sesuatu yang memang saudara miliki?

Siapakah yang memperhatikan Hannah yang sedang berdoa? (Eli, sang Imam Besar.)

Baca 1 Samuel 1:12:14. Saudara tentunya pernah melihat orang yang mulutnya komat-kamit saat sedang membaca tanpa suara. Bibir Hana komat-kamit saat berdoa tanpa suara. Apa yang diceritakan di sini tentang doanya? (Umumnya, orang yang menggerakkan bibir saat membaca bukanlah pembaca yang baik. Jadi, mereka berkonsentrasi pada apa yang sedang mereka baca dan tidak sadar bahwa bibir mereka sedang komat-kamit. Hana sangat berkonsentrasi dalam doanya tanpa mempedulikan bagaimana penampilannya.)

Apa kesimpulan Eli? (Perempuan ini sedang mabuk.)

Apa yang tersirat di sini soal mabuk di seputaran kaabah? (Tersirat bahwa kejadian seperti ini cukup biasa sehingga Eli menyimpulkan seseorang sedang mabuk, bukannya pertama-tama menganggap mereka sedang tertekan.)

Eli

Baca 1 Samuel 1:15-17. Apa pendapat saudara tentang jawaban Eli? (Ia tidak menanyakan detil permasalahannya. Ia hanya berujar: pergilah dengan selamat, semoga Allah memberi apa yang engkau minta.)

Jawaban seperti inikah yang saudara harapkan dari seseorang?

Apakah ada alasan untuk mengatakan bahwa ini merupakan jawaban yang baik? (“Derajat kepekaan” saya memang tidak begitu baik, namun paling tidak saya akan menanyakan duduk perkaranya. Dengan melakukan hal demikian siapa tahu saya bisa menelurkan “ide cemerlang” untuk “membenahi” masalah tersebut. Pendekatan saya ini memiliki kekurangan yakni saya bergantung pada diri sendiri untuk menemukan solusi. Eli menyerahkan perkara tersebut sepenuhnya kepada Allah.)

Baca 1 Samuel 1:18. Bagaimana prediksi saudara dibandingkan dengan apa yang terjadi? (Kata-kata Eli tentulah tepat karena Hana kembali ceria.)

Baca 1 Samuel 2:12, 22-24. Berapa nilai yang saudara berikan kepada Eli sebagai seorang ayah? (Eli menunjukkan sikap “tidak turut campur” terhadap anak-anaknya seperti yang dia tunjukkan terhadap Hanna. Mestinya dulu ia secara aktif melibatkan diri dalam hidup anak-anaknya untuk membentuk sikap yang benar dalam diri mereka. Jika perilaku mereka tidak baik, ia seharusnya melarang mereka melayani di kaabah.)

Apakah sudah jelas sekarang mengapa hal pertama yang terlintas dalam benak Eli adalah bahwa Hana sedang mabuk? (Ia terbiasa melihat perilaku buruk terjadi di seputaran kaabah oleh karena pengaruh anak-anaknya.)

Baca 1 Samuel 2:13-17. Apakah anak-anak Eli itu tak punya moral semata? Apakah mereka hanya “biang pesta” saja? Ataukah, ada masalah yang lebih dalam? (Ayat ini menunjukkan bahwa mereka menodai peribadatan di kaabah. Mereka mengganggu jalannya ibadah. The Bible Knowledge Commentary menyebutkan bahwa tatkala anak-anak ini melakukan hubungan seks dengan “perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan” (1 Samuel 2:22), mereka terlibat melakukan praktek ibadah bangsa Kanaan. Orang-orang ini tidak saja tak bermoral, mereka merusak sistem peribadatan di kaabah.)

Samuel

Baca 1 Samuel 1:19-22. Doa Hana kepada Allah dan permohonan berkat yang Eli layangkan kepada Allah berujung pada seorang anak yang Allah berikan kepada Hana. Mengapa ia tidak mau ikut pergi ke kaabah dan berterima kasih kepada Allah karena telah memberinya seorang anak? (Dikatakan bahwa Samuel belum disapih. Namun saya berkeyakinan bahwa Hana tidak ingin diingatkan tentang nazarnya. Karenanya ia tidak kembali berkunjung ke kaabah.)

Perhatikan bahwa ayat 21 mengatakan bahwa Elkana pergi memenuhi nazarnya. Apa nazarnya? (Seorang istri tidak bisa begitu saja berjanji untuk “menyerahkan anak dari seseorang.” Tersirat bahwa Elkana sepenuhnya sepakat dengan Hana dan menazarkan hal yang sama. Ia kembali ke kaabah dan mengkonfirmasikan bahwa mereka akan membaktikan Samuel kepada Allah.)

Baca 1 Samuel 1:24-28. Hana memenuhi janjinya dalam tawar-menawar dengan Allah. Ia mengingatkan Eli tentang siapa dirinya dan meninggalkan Samuel untuk tinggal di kaabah. Menurut saudara bagaimanakah reaksi Eli terhadap “penitipan” ini?

Apakah saudara akan memilih Eli untuk membesarkan anak saudara?

Tentang dua pertanyaan yang baru saya ajukan ini – apakah menurut saudara pertanyaan-pertanyaan ini berkecamuk di dalam benak Hana? (Hana setia memenuhi nazarnya kepada Allah. Ia bisa saja mengatakan “Eli akan lupa atau tidak menginginkan anak saya.” Ia bisa saja mengatakan, “Eli tidak layak menjadi “orangtua” bagi anak saya – lihat saja bagaimana anak-anaknya!” Menurut saya Ia memikirkan namun menampik hal-hal ini.)

1 Samuel 2:18-21. Bagaimana Samuel, sebagai pemberian, membawa dampak bagi Eli, Hana dan Elkana? (Eli berbahagia, karena ia memberi berkat khusus kepada orangtua Samuel. Hana dan Elkana memperoleh beberapa anak lagi. Samuel “besar di hadapan Tuhan.” Sepertinya Eli telah belajar dari kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya terhadap anak-anaknya sendiri.)

Baca 1 Samuel 2:26. Apa yang diajarkan di sini tentang orang-orang yang dibesarkan bukan dalam lingkungan yang hebat? (Eli sudah tua. Anak-anaknya merupakan pengaruh buruk. Namun didikan awal yang Samuel peroleh dari ibunya, dirangkai dengan kehadiran Allah di kaabah, memberi Samuel kesempatan untuk bertumbuh dalam cara yang benar. Kita secara pribadi bertanggung jawab terhadap pilihan-pilihan yang kita ambil. Di hadapan Samuel terpampang contoh yang berbeda, ia memilih untuk menuruti teladan yang benar.)

Sobat, Allah hadir bagi Hana. Ia memulihkan nama baiknya, Ia menjawab doanya seperti yang dimintakan, Ia “mengalahkan” musuh-musuhnya. Dalam rangkaian kejadian ini, Hana hanyalah seorang perempuan yang bisa dibilang kurang penting. Namun, anaknya Samuel menjadi salah satu dari pemimpin yang baik di hadapan Allah. Sungguh merupakan suatu berkat manakala Allah menjawab “ya,” terhadap doa-doa pribadi kita dan pada saat yang sama menggunakan jawaban-Nya tersebut untuk menjadi berkat bagi orang lain. Maukah engkau percaya pada jawaban Allah, apapun jawaban tersebut?

No comments:

Post a Comment