Halaman

Saturday, October 20, 2012

Basri Ismail Kasmilah, 60, Kuli Batu yang Gagal Naik Haji karenaTertipu

Modal Jual Sawah, Duit Belum Kembali

Demi ke Baitullah, Basri Ismail Kasmilah merogoh kocek hampir Rp 100 juta. Namun, niat mulia itu terganjal. Kuli batu yang tinggal di Desa Sugihwaras, Kecamatan Parengan, Tuban, itu gagal naik haji tahun ini. Dia tertipu oleh biro travel dan haji.

TAS besar ditaruh di ruang tamu rumah Basri Ismail Kasmilah yang berlantai tanah kemarin (20/10). Di antara tas terdapat kerudung dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya. Tas tertutup rapat itu bertulisan namanya. Namun, tulisan nama di tas itu belum ada foto dan identitas untuk berangkat haji. Mbah Sri -sapaan akrab Basri Ismail Kasmilah- yang keluar dari kamar tidur langsung menuju ke samping tas besar saat menemui koran ini.

Tanpa basa-basi, Mbah Sri langsung membuka bagian belakang tas itu. Janda yang sehari-hari menjadi kuli batu ini pun menunjukkan brosur tour & travel atas nama Singgasana yang beralamat di Kendangsari 7, Sekolahan, No 41, Surabaya.

Selain brosur, ada buku kumpulan doa dan berkas-berkar yang lain. Bahkan, nama-nama yang akan berangkat haji plus juga ditunjukkan. ''Saya bersama 14 teman lainnya,'' kata Mbah Sri mengawali ceritanya sambil menujukkan namanya berada di urutan ketujuh.

Dia menuturkan, dirinya mendapat informasi haji plus Singgasana itu dari saudaranya. Dari keluarganya itu dikenalkan orang yang berada di Bojonegoro. Tujuh bulan silam dia bersama saudaranya berangkat ke Surabaya, dibantu orang Bojonegoro yang dimaksud. ''Saya bertemu dengan yang namanya Sumardi,'' jelasnya.

Menurut dia, Sumardi adalah pemilik Singgasana Tour & Travel. Dari situ, dia kemudian mendaftar. Sebulan kemudian dia menyetorkan Rp 50 juta. ''Selanjutnya, Rp 35 juta, Rp 6 juta, Rp 3 juta, Rp 4 juta. Total yang sudah saya serahkan Rp 98 juta,'' katanya.

Mbah Sri mengatakan, sejumlah kuitansi yang ada dibawa saudaranya. Karena itu, dia tak bisa menunjukkan kuitansi pembayaran itu. Dia menuturkan, uang sebanyak itu didapat dari menjual sawah seluas 1 hektare seharga Rp 100 juta, juga menjual sapi. Tentu, lanjut dia, dirinya dipanggil ke Surabaya untuk keperluan persiapan keberangkatan. ''Saya lima kali ke sana (bertemu Sumardi),'' ujarnya.

Setelah semua terbayar, praktis tinggal keberangkatan. Rencana awal, kata Mbah Sri, dirinya berangkat Selasa pagi (16/10). Jauh-jauh hari dia sudah melakukan persiapan untuk doa bersama dengan menggelar hajatan. ''Senin (12/10) saya menggelar hajatan dengan mengundang 300 orang,'' paparnya. Total biaya yang digunakan untuk hajatan sekitar Rp 1,5 juta.

Karena keberangkatan sudah dekat, warga sekitar dan sanak famili berdatangan untuk bersilaturahmi dan mendoakan. Namun, secara mendadak, Selasa pagi dikabarkan keberangkatan ditunda. ''Saya diberi tahu bahwa keberangkatan akan dilaksanakan Sabtu pagi (20/10),'' katanya.

Karena itu, Jumat malam (19/10) dia berangkat ke Surabaya menemui Sumardi, pemilik travel and tour tersebut. Bersama 14 orang lainnya, dia tiba di Surabaya pukul 24.00, kemudian diminta untuk menunggu hingga pukul 06.00 untuk berangkat ke Jakarta. Namun, lagi-lagi hal itu gagal. ''Setelah saya tanyakan, ternyata gak jelas. Sumardi menyampaikan bahwa paspor belum jadi. Selanjutnya, Sumardi menawarkan kepada saya, mau ditunda atau uang kembali,'' tutur dia.

Mbah Sri memilih uang kembali. ''Uang baru kembali Rp 13 juta,'' ujarnya. Sisanya, Rp 85 juta, belum ada kejelasan.

Kini dia hanya bisa menyimpan rasa malu terhadap warga dan tetangga sekitar. Harapnya uang kembali agar bisa mendaftar lagi pada musim haji berikutnya. ''Kalau seperti ini, saya trauma,'' kata Mbah Sri yang tinggal sendirian di rumah yang terbuat dari kayu tersebut.

Sementara itu, pihak Singgasana Tour & Travel belum bisa dikonfirmasi. Nomor telepon 031-8484545 yang tertera dalam brosur tersebut tak bisa dihubungi. (*/jpnn/c4/ami)

Sumber: Jawa Pos

No comments:

Post a Comment