Oleh Hermawan Kartajaya (73)
ADA referensi yang baik menyangkut care, yaitu hospital industry. Bukankah hospital memang health-care industry? Agak sulit menemukan care pada industri lain.
Service biasanya bereferensi pada hospitality industry. Nah, service dalam arti tradisional -customer is always right- biasanya mengambil referensi dari bisnis ritel.
Senyum para staf pakai prosedur. Lebar mulut, bahkan durasi bibir disunggingkan, pun diatur agar senantiasa natural. Di Jepang, ketika customer diperlakukan sebagai raja, para pelanggan ritel pun dihormati dengan bungkukan sampai sembilan puluh derajat. Karena itulah, di MarkPlus Inc dikembangkan tiga tingkat service.
Tingkat pertama adalah service 1.0 yang masih sangat didasarkan pada service manual atau standard operating procedure (SOP). Referensi utama industri ritel dan konsep utamanya adalah service quality berdasar lima aspek, yakni reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibles.
Biasanya loyalty yang dihasilkan adalah intellectual loyalty. Pelanggan akan tetap loyal selama cost and benefit seimbang. Syukur-syukur lebih berat ke benefit.
Service 2.0 merupakan service quality yang masih harus disesuaikan dengan positioning-differentiation-branding (PDB) perusahaan. Yang diharapkan adalah pelanggan tidak hanya loyal secara intelektual, tapi juga emosional. Selama mendapatkan dan tetap engage dengan PDB perusahaan yang dia suka, dia akan loyal. Tidak hanya membandingkan cost dengan benefit. Tapi juga expectation dan perception. Referensinya, hospitality industry.
Karena itu, Hyatt service sangat Barat, sedangkan Shangri-La service sangat Timur. Sama-sama bagus dan tinggi standarnya. Tetapi, PDB berbeda. Karena itu, haruslah dibuat service blueprint atau SBP yang berorientasi dari sudut pandang pelanggan.
Service 3.0 adalah service with character atau care. Karakterlah yang berperan. Dokter dan perawat memang disumpah sebelum mulai bekerja secara profesional. Sebab, di rumah sakit atau health-care industry, they are dealing with somebody's life.
Loyalitas pasien bisa sampai pada spiritual loyalty ketika mereka merasakan kepedulian dari perawatnya. Tidak gampang sampai situ. Karena itu, sebutannya bukan service provider lagi, tapi caregiver!
Pembentukan karakter menjadi mutlak. Pasien tidak pernah dan tidak perlu diperlakukan sebagai raja. Mereka malah tidak boleh terlalu bebas makan dan harus istirahat supaya lekas sembuh. Itulah tahap from service to care.
Bagaimana pendapat Anda? (*)
Sumber: Jawa Pos
No comments:
Post a Comment