Serahkan Kasus Korupsi Simulator SIM kepada KPK
JAKARTA - Harapan masyarakat agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil sikap terhadap kasus perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri terpenuhi. Dalam pernyataan resminya tadi malam, SBY ''memborong habis'' sejumlah persoalan yang menjadi penyebab ketegangan dua institusi tersebut.
SBY juga memberikan arahan yang cukup klir. Terutama tentang tiga masalah yang saat ini menjadi biang pertikaian KPK dengan Polri. Yakni, penyidikan korupsi simulator SIM Mabes Polri; upaya Polri menangkap Kompol Novel Baswedan, penyidik KPK dari Polri; serta penugasan personel Polri sebagai penyidik KPK.
Terhadap tiga hal tersebut, SBY seakan menjewer Kapolri Timur Pradopo di hadapan publik. Sebab, dari tiga hal tersebut, jelas-jelas SBY lebih memihak ke KPK.
Dia menegaskan, keputusannya kali ini untuk menengahi perselisihan antara KPK dan Polri merupakan yang kedua. Sebelumnya, muncul polemik ''cicak versus buaya'' pada 2009.
''Semuanya ini menunjukkan saya tidak pernah melakukan pembiaran atau enggan melakukan mediasi. Tapi, tentu tidak baik dan harus dihindari presiden terlalu sering campur tangan untuk urusan penegakan hukum,'' katanya di Istana Negara tadi malam (8/10).
Turut hadir mendampingi SBY, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mendagri Gamawan Fauzi, Mensesneg Sudi Silalahi, Menkominfo Tifatul Sembiring, Menteri PAN dan RB Azwar Abu Bakar, Menkum ham Amir Syamsuddin, Kapolri Jenderal Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief.
SBY kemudian menjelaskan sikapnya terhadap masing-masing persoalan. Terkait perbedaan pandangan tentang siapa yang menangani dan memproses dugaan kasus korupsi pengadaan simulator SIM, SBY mengaku menerima laporan dari Kapolri setelah yang bersangkutan bertemu dengan pimpinan KPK.
Menurut SBY, dalam laporan Kapolri, telah disepakati Irjen Djoko Susilo ditangani KPK. Sedangkan sisanya ditangani Polri. "Ternyata, sikap dan pernyataan KPK kepada publik tidak seperti yang dilaporkan kepada saya sebelumnya," kata SBY dengan suara datar.
Karena itu, lanjut presiden, saat acara buka puasa bersama di Mabes Polri pada 8 Agustus 2012, dirinya sempat berkomunikasi dengan Kapolri dan Ketua KPK Abraham Samad yang juga hadir. "Saya sampaikan agar sesuai undang-undang dan MoU bisa melakukan kerja sama yang konstruktif. Agar penanganan kasus bisa dengan efektif dan tuntas," ujar SBY.
Bukan hanya itu, presiden juga meminta Djoko Suyanto terus bekerja menengahi perselisihan kedua lembaga. "Tapi, koordinasi dan sinkronisasi itu tidak berlangsung baik," ucapnya.
Berangkat dari kondisi tersebut, presiden mengajukan solusi "berani". Dia meminta penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Djoko Susilo dan sejumlah pejabat ditangani satu lembaga saja, yakni KPK.
"Jika dalam penyelidikan cukup bukti dilanjutkan ke penuntutan, sejumlah pejabat yang dituduh melakukan korupsi itu akan dituntut bersama-sama. Ini sesuai dengan pasal 50 Undang-Undang KPK No 30 Tahun 2002," tegasnya.
Tapi, jika nanti ada kasus yang berbeda, terkait penyimpangan pengadaan barang di jajaran Polri, SBY mendukung supaya itu ditangani Polri. "Kapolri akan melakukan penertiban terhadap semua yang dianggap menyimpang dalam pengadaan barang di jajaran Polri," tandas SBY.
Terkait upaya penangkapan Kompol Novel Baswedan dengan tudingan melakukan pelanggaran hukum saat menjadi Kasatserse Polres Bengkulu pada 2004, SBY tak bisa menutupi kekecewaan. "Hal itu sangat saya sesalkan. Saya juga menyesalkan berkembangnya berita yang simpang siur. Akhirnya menimbulkan masalah sosial politik yang baru," ungkapnya.
"Sebenarnya, jika KPK dan Polri bisa menjelaskan kejadian dengan benar dan jujur tanpa bias apa pun, tentu masalahnya tidak akan menjadi seperti sekarang ini," imbuh SBY.
Dengan mimik serius, SBY juga mengkritik langkah polisi yang ramai-ramai mendatangi gedung KPK untuk menangkap Novel. "Sangat tidak tepat memproses sekarang ini. Pendekatan dan caranya juga sangat tidak tepat," katanya. Apalagi, Novel jelas-jelas sedang menangani kasus korupsi simulator SIM. Dengan begitu, masyarakat akan dengan gampang menghubungkan dua hal tersebut.
Sebelum SBY memberikan penjelasan, siangnya Kapolri Jenderal Timur Pradopo bertemu dengan pimpinan KPK. Pertemuan tertutup di Wisma Negara, kompleks Sekretariat Negara, itu difasilitasi Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Pimpinan KPK yang hadir adalah Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Pertemuan itu sempat diagendakan Minggu, 7 Oktober, tapi dibatalkan karena para pimpinan KPK sedang berada di luar kota.
Pertemuan kemarin pada awalnya tanpa kehadiran Presiden SBY. Sejak pagi presiden berada di Istana Cipanas untuk meninjau Lomba Cipta Seni Pelajar Tingkat Nasional. Bahkan, pada pukul 14.00 SBY diagendakan mendampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam acara penyerahan hadiah pemenang lomba.
Tapi, sekitar pukul 12.00 presiden memutuskan untuk kembali ke Istana Negara guna bergabung dalam pertemuan tersebut. "Pertemuan tadi siang saya pimpin," ujar SBY.
Presiden menegaskan bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. "Jika ada anggota KPK melanggar hukum, kemudian diproses, tidak boleh serta-merta dikatakan kriminalisasi KPK," ujar SBY.
Apalagi, dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Kompol Novel Baswedan tidak terkait dengan pelaksanaan tugasnya sebagai penyidik KPK. Melainkan, kasus yang terjadi delapan tahun lalu. Meski begitu, SBY kemudian "menyentil" Kapolri secara halus.
"Dalam penegakan hukum, semua harus berangkat dari niat baik dengan merujuk kebenaran, keadilan, dan UU yang berlaku. Jangan ada motivasi lain. Misalnya, karena anggota Polri bersangkutan sedang melakukan penyidikan kasus pengadaan simulasi SIM. Itu tidak boleh," kata dia.
Mengenai penugasan penyidik Polri di KPK, SBY juga menunjukkan sikap tegas. Dia mengungkapkan, dalam PP No 63/2005 pasal 5 ayat 3, masa penugasan pegawai negeri di KPK paling lama empat tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali.
Di internal Polri sendiri ada kebijakan penyegaran penyidik secara berkala. Kebijakan ini dimaksudkan agar personel Polri yang bersangkutan bisa ikut dalam pembinaan karir yang lain. Misalnya, pendidikan, alih tugas (tour of duty), dan alih wilayah penugasan (tour of area).
"Ini berlaku bagi setiap perwira jajaran Polri. Apalagi, mereka yang bertugas di KPK adalah personel yang dinilai baik. Tentu karir mereka harus dibina agar tumbuh menjadi pimpinan-pimpinan teras di jajaran Polri," terang SBY.
Di lain sisi, SBY bisa memaklumi pendapat KPK bahwa kebijakan di internal Polri itu dapat mengganggu tugas dan kinerja KPK. Penggantian yang terlalu cepat seperti itu tidak baik.
Namun, SBY mengingatkan, alih status dari perwira polisi menjadi penyidik KPK ada aturannya. Hal itu berkaitan dengan pemberhentian dari keanggotaan Polri. Bahkan, alih status perwira tinggi atau golongan 4B, perizinannya hingga tingkat presiden.
"Sebagai solusi, kita segera keluarkan aturan baru," katanya.
Melalui peraturan pemerintah (PP) itu akan diatur penugasan personel penyidik dari Polri ke KPK diberi waktu cukup, yakni empat tahun. Bukan maksimal empat tahun, sehingga tidak terlalu cepat berganti. "Personel yang bersangkutan bisa diperpanjang empat tahun lagi. Tetapi, perlu dikoordinasikan dengan Kapolri," ujar SBY. Perwira Polri juga diberi kesempatan mengundurkan diri dan beralih status menjadi penyidik KPK "penuh" sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Polri tidak bisa secara sepihak menarik personel penyidiknya tanpa konsultasi dan persetujuan KPK. Saya segera mengeluarkan PP yang tepat, baik untuk KPK, juga baik untuk Polri," katanya.
Mengenai wacana revisi UU KPK di DPR yang juga memicu kontroversi, SBY menegaskan, dirinya menolak setiap upaya memperlemah KPK. SBY menyebut sampai sekarang dirinya tidak tahu konsep DPR dalam merevisi UU KPK itu.
"Jika revisi untuk memperkuat KPK dan efektif dalam menjalankan tugas-tugasnya, tentu saya, sesuai ketentuan UU, dalam posisi siap membahasnya," ujar SBY.
Meski begitu, dengan memperhatikan perkembangan situasi di tanah air, SBY berpandangan lebih baik meningkatkan upaya pemberantasan korupsi dan meningkatkan sinergi di antara lembaga pemberantasan korupsi. "Daripada perhatian, energi, dan waktu kita terkuras untuk merevisi UU KPK," kata SBY.
Seusai penjelasan presiden, Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan bahwa arahan presiden harus ditindaklanjuti. Institusinya segera berkoordinasi dengan KPK. Terutama dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulasi SIM. Ini karena prosesnya sudah sampai di kejaksaan.
''Itulah yang harus kita koordinasikan seperti apa. Apalagi, kasus ini sudah sampai evaluasi kejaksaan,'' kata Timur.
Soal kasus Kompol Novel Baswedan yang dianggap timing dan cara penanganannya tidak tepat, Timur hanya menjawab singkat. ''Soal waktu penyelidikan atau penyidikan, nanti kita tentukan yang paling tepat seperti apa,'' ujarnya. Dia menegaskan proses hukum terhadap Novel tak akan dihentikan. ''Proses tetap berjalan,'' katanya. (pri/c2/nw)
Sikap Presiden soal Konflik KPK-Polri
Kasus Korupsi Simulator SIM
Semua ditangani KPK agar tak terpecah. Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung.
Kasus Kompol Novel Baswedan
SBY menilai sangat tidak tepat untuk memproses Novel saat ini. Sebab, Novel sedang menyidik kasus korupsi di Polri. SBY juga menilai pendekatan dan cara yang digunakan sangat tidak tepat.
Masalah Penugasan Penyidik Polri di KPK
Masa penugasan empat tahun bukan maksimal empat tahun. Setelah itu, masa penugasan bisa diperpanjang lagi empat tahun. Untuk mengatur hal itu, akan dibuat PP baru. Penyidik yang ingin menjadi pegawai KPK bisa mengikuti mekanisme yang berlaku.
Sumber: Jawa Pos, tgl 9/10/12
No comments:
Post a Comment