Oleh Hermawan Kartajaya (55)
DISNEYLAND bolehlah dibilang sebidang tanah impian dalam konteks jagat hiburan. Tak hanya buat anak-anak, tapi yang muda dan yang tua pun bermimpi mengunjungi tempat fun itu.
Disneyland is the happiest place on earth. Begitulah slogannya, begitu pula kenyataannya. Siapa saja yang menginjakkan kaki ke Disneyland dijamin happy. Disney pertama dibangun di California, lalu berkembang ke Florida, terus merambah Jepang, Prancis, Hongkong, dan tak lama lagi buka di Negeri Tirai Bambu, Tiongkok.
Kreasi happy ala Amrik itu ternyata bisa diterima di berbagai belahan bumi, meski dengan berbagai perbedaan kebudayaan di masing-masing tempat.
Disneyland -sadar bahwa kenyataannya sangat banyak orang yang tak bisa datang ke lokasi studionya- lantas mengembangkan Disneystore di mal-mal kota besar di berbagai negara. Di tempat itulah para penggemarnya bisa membeli merchandise dengan mudah tanpa harus pergi ke Disneyland.
Itulah small happiness yang bisa dirasakan ketika mimpi besar untuk mengunjungi Disneyland belum atau tidak kesampaian. Ada Disneyship, the floating Disneyland, wahana anak-anak untuk menikmati cruising bersama orang tuanya.
Di Tokyo kini telah dibuka Disney Sea, menyusul Animal Kingdom dan Hollywood Studio yang semuanya berada di bawah umbrella brand, Disney.
Apa rahasia besar di balik kesuksesan tanah impian itu? Tak lain adalah tokoh-tokoh character yang dimiliki Disney. Brand Disney betul-betul tidak berarti tanpa Mickey Mouse. Orang tua seperti saya pun merasa senang berfoto bersama Mickey, tokoh komik fiktif, di studio Disneyland.
Kemampuan Disney Movies yang didukung kemampuan animasi tingkat tingginya dalam menghidupkan karakter imajinernya kian lama bahkan tidak makin pudar, tapi justru sebaliknya. Makin kuat dengan tampilnya tokoh-tokoh kartun baru yang terus diciptakan. Selain ciptaan lama yang sudah jadi ikon, tokoh baru pun terus bermunculan untuk menguatkan rantai engagement dengan customer agar tak putus.
Gambaran singkat ini, sekali lagi, ditujukan untuk menegaskan pentingnya karakter, karakter, dan karakter pada sebuah brand!
Bagaimana pendapat Anda? (*)
Sumber: Jawa Pos, tgl 9/10/12
No comments:
Post a Comment