Halaman

Tuesday, October 16, 2012

Leadership Metrics di Era New Wave

Oleh Hermawan Kartajaya (63)

"If you want to be a leader, you need people who will choose to follow you, to talk about you, to connect over your ideas!"

ITU adalah salah satu kalimat Seth Godin yang memberikan perspektif baru pada konsep kepemimpinan, khususnya di era new wave yang horizontal, inklusif, dan sosial ini.

Dulu pemimpin sering diilustrasikan sebagai orang yang gede, kuat, dan berani bertarung sehingga ditakuti orang. Karena ketakutan itulah, orang lantas mau jadi pengikutnya. Lantas, konsep kepemimpinan berubah lagi. Yang penting, katanya, pemimpin itu pintar. Lebih pintar dari pengikutnya.

Pengikut tentu ingin dapat sesuatu dari pemimpinnya. Bisa lewat pidato yang membakar semangat. Bisa lewat cara senyum dan gesture tubuh yang menarik. Pada zaman televisi, orang jadi sangat memperhatikan soft power. Ketika internet mewabah, kepintaran pemimpin menjadi sangat relatif karena saking banyaknya pemikiran dituangkan lewat dunia maya.

Karena itu, sangat susah untuk membuat sebuah pemikiran jadi menonjol. Tiap detik ada ribuan pemikiran baru muncul di internet yang menumpuk seperti gunungan sampah. Kepandaian menyusun kata-kata yang menyentuh hati sangat penting.

Ganteng, pintar, dan seromantis apa pun akan susah untuk menonjol di internet bila tak dibarengi dengan sikap jujur, keunikan yang otentik, dan transparansi. Hal itu begitu penting artinya dan harus terus dijaga secara konsisten.

Berapa orang yang mau mengikuti Anda di Twitter, Pinterest, atau Instagram? Berapa orang pula yang mau mengundang Anda di LinkedIn atau menerima Anda di Facebook? Berapa orang yang mau me-link ke website pribadi Anda? Dan berapa orang pula yang mau membahas, menganalisis, bahkan mengulas pendapat Anda?

Itu semua adalah leadership metrics baru di era new wave. Lantas, apa hubungannya dengan marketing? Sebuah brand harus bisa mengaktifkan komunitasnya. Juga harus bisa men-trigger terjadinya conversation.

Sekali brand berhasil melakukan hal tersebut, dengan mudah dia akan bisa menggunakan tempat aktivasi itu sebagai kanal penjualan. Communal activation adalah channel yang ampuh. Semua conversation tentang brand bisa menjadi sarana promosi yang ampuh pula.

Bagaimana pendapat Anda? (*)

Sumber: Jawa Pos

No comments:

Post a Comment