Yang Diampuni Kurir, Bukan Gembong
JAKARTA - Polemik pemberian grasi untuk gembong narkoba akhirnya direspons pemerintah. Kemarin Menkopolhukam Djoko Suyanto bersama Menlu Marty Natalegawa, Menkum HAM Amir Syamsuddin, Kapolri Jenderal Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief mengadakan konferensi pers untuk menanggapi hal tersebut di Kantor Menkopolhukam, Jalan Merdeka Barat.
Menkum HAM Amir Syamsuddin menegaskan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak pernah memberikan grasi kepada gembong narkoba. "Tidak pernah gembong narkoba atau produsen yang diberi grasi," ujarnya. Amir mengatakan, kalaupun sampai ada gembong narkoba yang mengajukan grasi, dia pasti ditolak presiden.
Bagaimana dengan kasus Deni Setia Maharwa alias Rapi Muhammed Majid? Amir menyebut Deni memang layak mendapat grasi. "Dia hanya kurir," katanya. "Tetapi, tetap saja berat karena dia harus dihukum seumur hidup," imbuh Amir.
Mantan advokat itu mengungkapkan, pola pengalihan hukuman dari mati menjadi seumur hidup untuk terpidana non-gembong atau produsen narkoba cukup banyak. Sejak kepemimpinan SBY pada 2004 hingga 2011, ada 128 permohonan grasi terkait dengan kasus narkoba. Di antara jumlah tersebut, 109 permintaan ditolak. Itu berarti, hanya 19 permintaan grasi yang dikabulkan.
Yang memperoleh keringanan dari hukuman mati menjadi seumur hidup sebanyak empat orang. Tiga warga negara Indonesia dan seorang warga asing. Salah seorang di antara mereka adalah Deni Setia Maharwa. "Saya tegaskan, keempat orang itu kurir. Bukan gembong," jelasnya.
Menlu Marty Natalegawa menambahkan, grasi terhadap narapidana tidak hanya diberikan pemerintah Indonesia. Negara-negara yang memiliki komitmen kuat dalam memberantas narkoba seperti Malaysia, Iran, dan Tiongkok juga demikian. Bahkan, ungkap dia, warga Indonesia pernah mencicipi grasi tersebut.
Sebanyak 42 WNI terlibat dalam kasus narkoba di luar negeri. Perinciannya, 18 di Malaysia, 22 di Tiongkok, dan 2 di Iran. Di antara jumlah tersebut, yang hukumannya berubah menjadi hukuman seumur hidup adalah 6 di Malaysia, 5 di Tiongkok, dan 2 di Iran. "Malaysia yang sangat concern dalam pemberantasan narkoba pun tidak selalu memberikan hukuman mati," katanya.
Menurut Marty, pengubahan hukuman mati menjadi seumur hidup menjadi tren di kalangan internasional. Sebab, hukuman mati dianggap tidak sesuai dengan hak asasi manusia. Menkopolhukam Djoko Suyanto menjelaskan, aturan di Indonesia menyebut hukuman mati masih diberlakukan dengan selektif. "Gembong narkoba tidak diberi grasi, tapi tindak pidana narkoba secara selektif tetap diberikan (grasi)," jelasnya. (dim/c10/ca)
Sumber: Jawa Pos
No comments:
Post a Comment