Halaman

Wednesday, October 10, 2012

Tantangan Kreatif dari Lego

Oleh Hermawan Kartajaya (57)

LEGO adalah mainan saya ketika anak-anak doeloe. Sekarang bahkan makin banyak anak yang menggemari. Di berbagai shopping mall, pameran Lego digelar dari waktu ke waktu. Tak hanya digelar untuk menjaring pembeli, tapi anak-anak pun ditantang untuk bermain Lego. Diajak untuk membuat suatu bentuk kreativitas sesuai dengan yang dicontohkan Lego ataupun yang dikreasi sendiri. Kini Lego membentuk divisi edukasi yang masuk sekolah-sekolah untuk mengajak siswa berkreasi.

Tiap tahun ajang main-mainan itu dihelat dalam bentuk olimpiade antarnegara. Tidak gampang sebuah negara mau jadi host karena harus memberikan subsidi kepada peserta yang berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Bukan orang tua dan guru saja yang ikut bangga kalau anak dan siswanya menang, tapi negara pun ikut bangga. Kini banyak Legoland dibangun di berbagai tempat di dunia. Yang terbaru di Johor Bahru, Malaysia.

Sebenarnya ada rahasia di balik panjangnya brand life cycle dari Lego itu, yaitu co-creation. Mereka tidak menjual mainan jadi, tapi mempersilakan anak-anak berkreasi menciptakan mainannya sendiri sesuai karakter masing-masing anak. Lego hanya menyediakan brick-nya. Konsep co-creation untuk mainan itu ternyata tak hanya memikat anak-anak, tapi juga yang sudah dewasa.

Mini Cooper merupakan mobil fenomenal yang juga dikenal sebagai Big Boy's Toy. Kenapa? Sebab, mobil yang jadi tokoh sentral dalam film The Italian Job itu menawarkan kreasi seperti yang dilakukan Lego. Pemiliknya ditantang untuk berkreasi. Ada ratusan cara menghias Mini Cooper. Aksesori untuk interior dan eksterior dibuat tak hanya sebagai variasi, tapi diciptakan agar si pemilik Mini bisa merefleksikan karakter pribadi pada mobilnya.

Sebenarnya, co-creation sudah sangat biasa dilakukan di tingkat business-to-business (B2B). Yakni, pembeli ingin meracik sendiri paket yang dibelinya. Hampir tidak ada B2B yang tidak berprinsip co-creation karena sifatnya yang memang one on one marketing.

Bisnis yang mendasarkan one to many biasanya tak memberikan kesempatan kepada customer untuk berkreasi.

Karena itu, bila marketer memperlakukan costumer seperti kreasi Lego dan Mini Cooper, itu memang diinginkan dan ditunggu. Aneka produk digital sangat membutuhkan co-creation. Pelanggan produk seni musik, misalnya, kini sudah bisa memilih lagu yang akan dibeli, menata urutannya, mengatur komposisi, dan memilahnya. Sebab, kadang mereka merasa tidak harus membeli semua lagu dalam sebuah album.

Bagaimana pendapat Anda? (*)

Sumber: jawa pos

No comments:

Post a Comment