SELAIN masalah tingginya tarif masuk bahan baku, saat ini industri sepeda di tanah air juga kian susah menembus pasar Uni Eropa. Uni Eropa saat ini tengah memverifikasi dugaan circumvention yang diterapkan pada produk sepeda Indonesia. Circumvention adalah praktik curang dalam perdagangan ekspor.
Indikasi yang menguatkan tuduhan circumvention adalah dugaan pemindahkapalan produk ekspor dari negara lain. "Yang kami catat ada tiga perusahaan sepeda di Indonesia yang sedang diverifikasi. Kita masih akan melihat hasilnya," ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Ernawati mengatakan, Uni Eropa menduga Indonesia sebagai negara pihak ketiga yang menjadi eksporter sepeda asal Tiongkok. Produk sepeda dari industri Tiongkok pun dianggap melakukan praktik pengelakan pembayaran bea masuk (impor duty) di Uni Eropa. "Saat ini Uni Eropa masih dalam tahap melakukan klarifikasi atau verifikasi sebelum mereka lanjut pada tahap investigasi circumvention," ungkap Ernawati.
Ernawati membeberkan, hampir semua produsen sepeda di Indonesia terindikasi circumvention oleh Uni Eropa. "Terutama produsen sepeda yang berbasis di Jatim," ungkapnya. Dia melanjutkan, jika verifikasi yang dilakukan Uni Eropa terhadap produk sepeda dari Indonesia berakhir dalam bentuk keputusan tuduhan circumvention, eksporter sepeda dari Indonesia terancam mengalami kesulitan besar.
Berdasar data yang dihimpun, produsen sepeda Eropa meminta otoritas Uni Eropa untuk menambahkan bea masuk antidumping kepada sepeda impor Tiongkok 48,5 persen hingga 2016. Padahal, bea masuk Eropa terhadap sepeda dari Indonesia per akhir kuartal kedua 2011 hanya 10,5 persen saja. Angka bea masuk itu pun sudah termasuk fasilitas penurunan bea masuk (generalised system of preferences/GSP) dari yang sebelumnya 14 persen. "Kalau terbukti circumvention, bea masuk sepeda dari Indonesia disamakan dengan sepeda Tiongkok. Artinya, bea masuknya tinggi banget," papar Ernawati.
Lantaran itu, Ernawati menyebutkan, pihaknya bakal secara aktif menanggapi permintaan otoritas Uni Eropa dalam tahap verifikasi circumvention ini. Sejauh ini, tuturnya, Uni Eropa masih pada tahap mengumpulkan detail data setiap perusahaan produsen sepeda di Indonesia.
Data spesifik yang diminta Uni Eropa, misalnya, volume ekspor dan impor sepeda dari setiap perusahaan. "Kalau impor, apakah perusahaan tersebut impor dalam bentuk complete atau bahan baku seperti spare part-nya saja. Yang disyaratkan untuk lolos dari circumvention biasanya local content-nya minimal harus 60 persen," terangnya.
Di pihak lain, Direktur Sales PT Insera Sena Ronny Liyanto membenarkan adanya proses verifikasi dari otoritas Uni Eropa atas eksportasi produk sepedanya. "Ya, proses (verifikasi circumvention) sedang berjalan," terangnya saat dihubungi Jawa Pos.
Ronny menyebutkan, selama ini Eropa merupakan pasar yang paling besar produk sepeda dari PT Insera Sena. Dari total produksi, sebanyak 70 persen diperuntukkan pasar ekspor. Sementara 60 persen unit yang diekspor ditujukan ke pasar Uni Eropa, sedangkan 20 persennya dilempar ke pasar AS. Sisanya, antara lain, untuk pasar Jepang dan Singapura. "Produk yang kami ekspor pasti ada di segmen high-end. Dan untuk segmen tersebut, 80 persen bahan bakunya memang impor. Namun, kami memiliki banyak sumber impor bahan baku."
Dia menyebutkan, negara sumber impor bahan baku, antara lain, Taiwan, Jepang, Tiongkok, dan Prancis. "Kami impor dalam bentuk raw material. Tidak ada yang dalam bentuk complete," jelasnya. (gal/c1/kim)
Sumber: Jawa Pos
No comments:
Post a Comment