Halaman

Monday, October 22, 2012

Kagum Cerita Teman soal Revolusi di Libya, Berharap Perubahan di Korut

Cucu Kim Jong-il Beber Kisah Hidup

HELSINKI - Sejumlah media Barat ramai memberitakan Kim Han-sol, cucu mantan Pemimpin Korea Utara (Korut) mendiang Kim Jong-il, akhir pekan lalu. Tidak seperti kakeknya yang tertutup, remaja 17 tahun itu justru senang membagikan kisah hidupnya. Hal itu dia lakukan dalam tanya jawab dengan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Finlandia Elisabeth Rehn Jumat lalu (19/10).

''Saya selalu punya mimpi untuk kembali (ke Korut) dan menjadikan segala sesuatunya lebih baik dan lebih mudah bagi rakyat suatu hari nanti,'' kata putra sulung Kim Jong-nam, anak tertua Kim Jong-il, tersebut dalam wawancara itu yang diunggah di YouTube kemarin (22/10).

Semula, Jong-nam disebut-sebut sebagai calon pewaris takhta kekuasaan Korut. Tetapi, setelah kunjungan rahasia Jong-nam yang gagal dan menghebohkan ke Disneyland Tokyo, Jepang, pada 2001, Kim Jong-il batal menjadikan dia sebagai pengganti. Kim Jong-un, adik Jong-nam yang berasal dari ibu berbeda, belakangan menggantikan Kim saat dia meninggal pada Desember 2011.

Dalam wawancara yang kali pertama disiarkan stasiun televisi Finlandia itu, Han-sol banyak berbicara soal masa-masa sekolahnya. Juga, teman sekolahnya yang berasal dari Libya.

Lelaki yang tercatat sebagai mahasiswa United World College di Kota Mostar, Bosnia, tersebut mengaku senang bersahabat dengan pemuda asal Libya yang juga menjadi rekan sekamarnya itu. ''Berteman dengan mahasiswa asal Libya ternyata sangat menyenangkan. Apalagi, ketika dia bercerita tentang revolusi dan perubahan yang terjadi di Libya,'' kata keponakan Kim Jong-un, pemimpin tertinggi Korut saat ini, tersebut.

Antusiasme teman asal Libya saat menceritakan revolusi dan perubahan di negerinya membuat Han-sol tertarik. Jauh di dalam lubuk hatinya, pria dengan dua anting di telinga kirinya itu pun memendam keinginan yang sama. Yakni, menyaksikan perubahan di tanah airnya. Tetapi, kebijakan politik di Korut membuat dia masih belum bisa berkiprah.

Han-sol pun berkisah bahwa dia menghabiskan masa kecilnya di dua tempat berbeda. Yakni, Makau dan Korut. Karena lebih banyak tinggal bersama keluarga sang ibu yang merupakan penduduk biasa, pria yang fasih berbahasa Inggris itu nyaris tidak mengenal sang kakek. Bahkan, dia tak pernah tahu latar belakang sang ayah yang merupakan keturunan langsung penguasa Korut.

''Lambat laun, lewat percakapan orang tua, saya mulai memahami teka-teki yang terserak tentang latar belakang kami,'' ungkapnya. Sejak saat itu, dia mengaku sangat ingin bertemu dengan sang kakek. Bahkan, sampai detik-detik terakhir kehidupan Kim, dia masih berharap sang kakek datang kepadanya. Sebab, akan sangat mustahil jika dia tiba-tiba muncul dan mendatangi Kim.

Karena belum punya kesempatan untuk pulang ke Korut dan berbuat sesuatu demi perubahan negerinya, Han-sol mengaku sangat menikmati masa-masa kuliahnya. Apalagi, di perguruan tinggi tersebut, dia bertemu banyak teman dari berbagai negara. Di luar jam kuliah, dia sering nongkrong bersama mahasiswa-mahasiswa lain dan berbicara tentang perubahan serta isu internasional.

Han-sol punya pengalaman menarik dengan seorang temannya yang lain asal Korea Selatan (Korsel). ''Kami saling bertukar cerita tentang negeri kami dan semakin menyadari betapa miripnya bahasa dan budaya kami. Hanya politik saja yang membedakan,'' paparnya. Dia berharap, suatu saat nanti, Korut dan Korsel bisa hidup berdampingan dengan damai. (thesideshow/nbc/hep/dwi)

Sumber: Jawa Pos

No comments:

Post a Comment