JAKARTA - Pemberian gelar Bapak Demokrasi Indonesia dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuai kritik dari PDIP. Meski tidak bermaksud mencampuri urusan internal KNPI, menurut pandangan PDIP, penganugerahan gelar tersebut seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan Pemilu 2009 yang penuh masalah.
"Dengan melihat evaluasi penyelenggaraan Pemilu 2009, patut dipertanyakan pemberian gelar Bapak Demokrasi Indonesia itu," kata Wasekjen PDIP Hasto Kristyanto kemarin (22/10). "Kalau ukurannya berapa sering SBY bicara demokrasi atau mengadakan seminar mengenai demokrasi, SBY memang patut mendapatkan penghargaan," sindirnya.
Hasto mengingatkan, penyelenggaraan Pemilu 2009 diwarnai banyak masalah. Di antaranya tidak netralnya Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam dua periode pemilu, ujar Hasto, SBY menjadikan anggota KPU dalam jajaran Partai Demokrat. "Tentu ada kepentingan yang berpihak kepada Partai Demokrat," cetusnya. Daftar pemilih tetap (DPT) juga karut-marut. "Bahkan diduga menjadi instrumen pemenangan," ucap Hasto.
Belum lagi adanya keterlibatan aparat negara dan mobilisasi sumber daya dalam APBN melalui bansos sebagai kampanye terselubung. "Akhirnya ini ditiru calon incumbent dalam pilkada," tegas Hasto.
Sementara itu, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Melani Leimena Suharli menyampaikan apresiasi atas pemberian gelar Bapak Demokrasi Indonesia kepada SBY. "Tepat juga Pak SBY dikasih penghargaan itu," tegasnya.
Melani membandingkan kebebasan pers di Indonesia dengan praktik pembatasan media di Malaysia dan Singapura. Di Malaysia, kata dia, oposisi tidak bisa berbicara melalui media. Bahkan, di Singapura, jika bicara yang tidak baik mengenai pemerintah melalui Facebook, warga langsung dipecat dari perusahaan. "Pak SBY ini dikata-katain sampai gambarnya dibakar, beliau diam saja. Zaman dulu mana bisa berbuat seperti itu. Jadi, KNPI tepat sekali," tandas wakil ketua MPR tersebut. (pri/c9/agm)
Sumber: Jawa Pos
No comments:
Post a Comment