Halaman

Monday, October 15, 2012

Kemendikbud Perketat Pengajuan Akreditasi

Untuk Berantas Tawuran di Kampus

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyiapkan strategi untuk memberantas aksi tawuran di kampus. Salah satunya memperketat kriteria pengajuan akreditasi. Cara itu diharapkan membuat pihak kampus berkomitmen untuk menciptakan atmosfer damai.

Mendikbud Mohammad Nuh kemarin mengumpulkan para rektor perguruan tinggi negeri (PTN) dan kopertis (koordinator perguruan tinggi swasta) di Jakarta. Dalam forum itu Nuh menegaskan bahwa sistem akreditasi yang ada sekarang tidak memantau potensi-potensi pecahnya tawuran di kampus. "Selama ini akreditasi menyangkut aspek-aspek akademik murni saja," katanya.

Karena itu, Kemendikbud bakal memperketat poin akreditasi. Tujuannya "memaksa" pihak kampus untuk benar-benar peduli dengan aksi pemberantasan tawuran. Hal itu agar kasus tawuran antarmahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) yang menewaskan dua orang tidak terulang di kampus lain.

Nuh menugasi Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) dan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk menyusun formulasi tambahan penentuan akreditasi kampus hingga program studi (prodi).

Mantan rektor ITS itu mengatakan, poin akreditasi bisa ditambah dengan aspek kemampuan kampus mengelola lingkungan sosial, budaya, dan kemanusiaan.

Menurut Nuh, jika aspek-aspek tersebut dikelola dengan baik, potensi terjadinya tawuran mahasiswa bisa dicegah. Iklim akademik yang bagus juga perlu ditopang suasana sosial dan kemanusiaan yang baik.

Jika upaya pencegahan sudah dilakukan, tetapi tawuran masih terjadi, Nuh menegaskan ada sanksi tegas. Misalnya, memecat mahasiswa yang terlibat tawuran hingga mencopot pejabat kampus yang terkait. Bisa mulai ketua prodi, dekan, sampai rektor.

Kemendikbud juga akan menerjunkan tim penyelidik independen untuk menelusuri kasus tawuran mahasiswa. Melalui tim penyelidikan ini diharapkan muncul laporan objektif.

Nuh mengatakan, pendekatan fisik sudah tidak tepat lagi untuk dijadikan cara mengambil keputusan. Apalagi, di lingkungan pendidikan tinggi. Dia mengatakan, sekarang zaman demokratis modern yang meminta setiap perbedaan pendapat atau pandangan diselesaikan di meja musyawarah. (wan/c2/ca)

Sumber: Jawa Pos

No comments:

Post a Comment