JAKARTA - Ketegangan antara Menteri BUMN Dahlan Iskan dan DPR terkait adanya oknum yang meminta jatah ke perusahaan negara tak luput dari perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menyatakan, sejak awal presiden mendorong agar ada pengelolaan anggaran yang profesional dan efisien.
''Jangan sampai anggaran yang susah payah didapat ada kebocoran yang tinggi. Ada alokasi yang tidak mengedepankan efisiensi,'' katanya kepada Jawa Pos kemarin (27/10).
Nah, BUMN, lanjut dia, harus memiliki keuangan yang sehat, efisien, serta bebas dari kepentingan politik. Firmanzah menegaskan, BUMN harus benar-benar bisa menjadi kepanjangan tangan negara dalam sektor ekonomi dan tidak membebani anggaran negara. ''Termasuk, jangan ada praktik kongkalikong. Tidak hanya dengan politik, tapi juga eksekutif,'' ujarnya.
Salah satu arahan presiden kepada BUMN disampaikan di depan jajaran dewan komisaris dan direksi BUMN di ballroom Hotel Sahid Rich, Jogjakarta (10/10). Saat itu, SBY memberikan apresiasi atas prestasi BUMN.
Selain itu, SBY mengingatkan agar BUMN berbenah dengan membersihkan diri.
Menurut Firmanzah, saat ini semangatnya adalah bersama-sama melakukan reformasi dan perbaikan. Masing-masing pihak, baik direksi BUMN maupun legislatif, harus menjaga hal tersebut.
SBY, kata dia, menyambut baik sikap Dahlan yang siap memberikan klarifikasi kepada DPR. "Kesempatan bertemu DPR adalah kesempatan yang baik," ungkap mantan dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu.
Klarifikasi tersebut tidak hanya berkaitan dengan laporan mengeÂnai inefisiensi di Perusahaan Listrik Negara (PLN) saat Dahlan menjabat direktur utama, namun juga soal oknum DPR yang mengajak mempermainkan anggaran atau meminta jatah dari BUMN. "Nanti ada mekanismenya di sana (DPR). Tapi, masing-masing pihak semangatnya adalah keterbukaan dan untuk memperbaiki diri," urai Firmanzah.
Sebagaimana diberitakan, ketegangan muncul ketika ada dugaan oknum DPR yang memeras BUMN. Dahlan menginstruksi jajarannya untuk menolak permintaan tersebut. Itu dilakukan sebagai tindak lanjut Surat Edaran (SE) Nomor 542/Seskab/IX/2012 yang berkaitan dengan pengawalan APBN 2013-2014 dengan mencegah praktik kongkalikong.
Persoalan lain muncul ketika inefisiensi PLN Rp 37 triliun dipertanyakan. Dahlan sempat tidak menghadiri rapat kerja dengan komisi VII karena tengah mendampingi Presiden SBY melakukan kunjungan kerja ke Jogjakarta. Namun, Dahlan sudah menyatakan siap memberikan klarifikasi, bahkan siap menghadapi risiko.
Sementara itu, Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro mengungkapkan bahwa dirinya juga pernah menjadi korban permintaan uang oleh oknum DPR. Itu terjadi beberapa jam setelah dirinya diangkat menjadi Dirut. "Saya didatangi Sekper (sekretaris perusahaan) RNI tiga jam setelah pengangkatan. Dia minta izin untuk pemberian 'uang' itu," ujar saat dihubungi.
Sekper menyebutkan, oknum DPR itu meminta uang diserahkan saat rapat dengar pendapat (RDP) di gedung DPR. Meski begitu, dia menolak pemberian uang itu dianggap "kompensasi" atas pemilihan dirinya sebagai Dirut RNI. Ismed menyatakan, jumlah uang yang diminta mencapai puluhan juta rupiah untuk 52 anggota DPR. "Saya tidak setuju. Saya langsung tolak," tegasnya.
Meski praktik seperti itu biasa terjadi sebelum dirinya menjadi Dirut, Ismed menolak untuk melakukannya lagi. Alasannya, hal tersebut bisa menjadi budaya yang buruk bagi BUMN dan DPR. "Ada juga yang minta RNI memberikan 20 ribu ton gula dalam bentuk CSR ke pihak-pihak tertentu. Itu juga saya tolak. Saya nggak ingin praktik seperti itu terus berlangsung," tegasnya.
Dia mengaku berani menolak permintaan itu karena perusahaan yang dipimpinnya sangat sehat. Aset yang dikelola RNI mencapai Rp 9,5 triliun, sehingga tidak membutuhkan dana penyertaan modal negara (PMN) yang harus disetujui DPR. "Nah, kalau BUMN yang butuh PMN, pasti takut. Sudah menjadi rahasia umum, hampir semua kegiatan yang terkait DPR pasti harus begitu. Seperti sudah budaya," ungkapnya.
Di bagian lain, Komisi VI DPR sudah berencana memanggil Dahlan Iskan. Namun, komisi yang menjadi mitra kerja Kementerian BUMN itu baru akan memanggil yang bersangkutan seusai masa reses berakhir. "Untuk meminta pertanggungjawabannya," ujar anggota komisi VI Benny K. Harman.
Pertanggungjawaban yang dimaksud itu, menurut dia, tentu terkait dengan pernyataan Dahlan soal adanya oknum dewan yang "minta jatah" kepada BUMN. Klarifikasi tersebut, lanjut dia, menjadi penting guna membangun trust publik kepada lembaga DPR.
"Apakah ada anggota (DPR) yang benar-benar meminta upeti. Ini yang perlu diumumkan secara terbuka, baik yang langsung maupun tidak langsung," tegas politikus Partai Demokrat tersebut.
Saat ini, kalangan dewan memang memasuki masa reses, terhitung sejak 26 Oktober 2012. DPR akan kembali masuk masa sidang pada 18 November 2012.
Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo berharap Dahlan memenuhi undangan komisi VII untuk memberikan penjelasan. Seorang menteri, tegas dia, merupakan mitra kerja DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan. "Jadi, menteri wajib hadir kalau diundang DPR," katanya.
Dahlan, tegas Tjahjo, harus menjelaskan secara terbuka dan fair. "Langsung sebut saja siapa nama anggota DPR itu, dari komisi berapa, dan BUMN mana yang dimintai jatah," ujar anggota Komisi I DPR tersebut.
Keterbukaan Dahlan, imbuh dia, sangat dibutuhkan agar persoalan tidak terus berlarut. "Jangan berteka-teki. Apalagi menyudutkan lembaga DPR. Dampak negatifnya kepada semua anggota DPR," tegasnya. (fal/wir/dyn/pri/c5/nw)
Sumber: Jawa Pos
No comments:
Post a Comment